BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi saat ini berlangsung begitu pesat,
sehingga sudah sewajarnya para ahli/pakar menyebut hal ini sebagai suatu
revolusi. Sekalipun kemajuan tersebut masih dalam perjalanannya, sejak sekarang
sudah dapat diperkirakan bakal terjadi berbagai perubahan di bidang informasi
maupun bidang-bidang kehidupan lain yang berhubungan, sebagai implikasi dari
perkembangan keadaan tersebut.
Dahulu
manusia sering mengalami kesulitan-kesulitan dikarenakan adanya beberapa keterbatasan
dalam berhubungan satu dengan lainnya. Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya kesulitan-kesulitan yang dialamai manusia seperti faktor jarak,
waktu, jumlah, kapasitas, kecepatan, dan lain-lain. Saat ini
kesulitan-kesulitan manusia dapat diatasi dengan dikembangkannya berbagai
Teknologi Informasi dan Komunikasi mutakhir. Misalnya dengan adanya satelit
hampir tidak ada lagi batas, jarak, dan waktu untuk menjangkau khalayak yang
dituju di mana pun dan kapan pun. Begitu juga dengan kemampuan menerima,
mengumpulkan, menyimpan, dan menelusuri kembali informasi yang dimiliki oleh
perangkat teknologi informasi seperti komputer, videotape, video compact
disc, maka hampir tidak ada lagi hambatan yang dialami untuk memenuhi
segala kebutuhan dan keperluan yang berkenaan dengan kemampuan sasaran yang
digunakan. Seorang pakar berpendapat bahwa teknologi baru menjanjikan kepada
umat manusia akan terbentuknya “jendela dunia”, dan teknologi informasi dan
komunikasi baru akan membentuk “desa dunia”. Dengan demikian teknologi
informasi dan komunikasi baru membuat dunia semakin “kecil”.
Teknologi
Informasi dan Komunikasi dalam perkembangannya mempengaruhi dunia pendidikan
semakin terasa sejalan dengan adanya pergeseran pola pembelajaran dari tatap
muka yang dilakukan secara konvensional ke arah pendidikan yang lebih terbuka
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sebagai media
pembelajaran. Bishop G. (1989) meramalkan bahwa pendidikan masa mendatang akan
bersifat luwes (flexible), terbuka, dan dapat diakses oleh siapapun juga
yang memerlukannya tanpa memandang faktor jenis kelamin, usia, maupun
pengalaman pendidikan sebelumnya. Sedangkan Mason R. (1994) berpendapat bahwa
pendidikan mendatang akan lebih ditentukan oleh jaringan informasi yang memungkinkan
berinteraksi dan kolaborasi, bukannya gedung sekolah.
Pendidikan
di Indonesia saat ini dituntut untuk mempersiapkan peserta didik yang cerdas,
kreatif serta mandiri. Hal ini sesuai dengan harapan pencapaian keterampilan
abad 21. Pendidikan yang bermutu harus mencakup dua orientasi yakni orientasi
akademis yang menitik beratkan pada peserta didik, dan orientasi ketrampilan
hidup (Life Skills) untuk memberi bekal kepada peserta didik agar dapat
menghadapi kehidupan nyata atau sesungguhnya. Teknologi informasi yang telah
menjadi bagian dari pembelajaran di semua jenjang pendidikan di Indonesia,
sehingga menuntut sekolah agar memfasilitasi media pembelajarannya.
Dunia
pendidikan Indonesia di masa mendatang lebih cenderung berkembang pada bentuk
pendidikan terbuka dengan menerapkan sistem pendidikan jarak jauh (distance
learning). Berbagi sumber belajar bersama antar lembaga penyelenggara
pendidikan dalam sebuah jaringan, penggunaan perangkat teknologi informasi
interaktif seperti CD-ROM multimedia, dalam pendidikan secara bertahap
menggantikan televisi dan video serta memanfaatkan penggunaan teknologi
internet secara optimal dalam pengembangan pembelajaran.
Pembelajaran-pembelajaran yang dikembangkan cenderung akan menggabungkan
pembelajaran konvensional dengan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan
komunikasi (TIK). Pembelajaran-pembelajaran yang menggabungkan antara
pembelajaran konvensional dengan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan
komunikasi itulah yang dikembangkan sebagai pembelajaran campuran atau lebih
dikenal dengan istilah Blended Learning, yaitu menggabungkan
pembelajaran konvensional (hanya tatap muka) dengan pembelajaran dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Melalui Blended Learning sistem
pembelajaran menjadi lebih luwes dan tidak kaku.
1.2.
Rumusan Masalah
Dari
pemaparan latar belakang diatas dapat
ditemukan beberapa rumusan masalah yang
akan di pecahkan dalam makalah ini diantaranya :
1. Bagaimana Konsep dari Blended Learning ?
2. Apa saja unsur – unsur yang harus
ada dalam blended learning?
3.
Bagaimana Pelaksanaan Blended Learning Di
Sekolah ?
4.
Bagaimana Pengembangan Langkah-Langkah Pembelajaran
Dalam Blended Learning ?
1.3.
Tujuan
Dari
rumusan masalah yang telah dipaparkan dapat dijelaskan tujuan dari rumusan
masalah yang akan dipecahkan diantaranya :
1.
Menjelaskan tentang konsep dari Blended Learning
2.
Menjelaskan unsur – unsur yang harus ada dalam blended learning
3. Menjelaskan
tentang Pelaksanaan Blended Learning
Di Sekolah
4. Menjelaskan
tentang Pengembangan Langkah-Langkah Pembelajaran Dalam Blended Learning
1.4. Manfaat
Setelah
mempelajari makalah ini, diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai:
1. Konsep dari Blended
Learning.
2. Karakteristik dari Blended
Learning.
3. Kekurangan dan kelebihan dalam pembelajaran Blended Learning.
4. unsur – unsur yang harus ada dalam blended learning
5. Pelaksanaan Blended Learning Di Sekolah
6. Pengembangan Langkah-Langkah Pembelajaran Dalam Blended
Learning
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Konsep Blended Learning
2.1.1. Pengertian
Blended Learning
Blended learning
merupakan pengembangan lebih lanjut dari metode e-Learning, yaitu metode
pembelajaran yang menggabungkan antara sistem e-Learning dengan metode
konvensional atau tatap muka (face-toface).
Konsep Blended Learning
merupakan istilah yang baru dan mengikuti perkembangan dan pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi dalam kehidupan manusia,
Istilah Blended
Learning secara ketatabahasaan terdiri dari dua kata yaitu Blended
dan Learning. Kata Blend berarti “campuran
bersama untuk meningkatkan kualitas agar bertambah baik” (Collins Dictionary),
atau formula suatu penyelarasan kombinasi atau perpaduan (Oxford English
Dictionary) (Heinze and Procter, 2006: 236), sedangkan Learning memiliki
makna umum yakni belajar, dengan demikian sepintas mengandung makna pola
pembelajaran yang mengandung unsur pencampuran, atau penggabungan antara satu
pola dengan pola yang lainnya. Yang menjadi pertanyaan adalah apa yang
dicampurkan? Elenena Mosa (2006) menyampaikan bahwa yang dicampurkan adalah dua
unsur utama, yakni pembelajaran di kelas dengan tatap muka secara konvensional (classroom
lesson) dengan pembelajaran secara online. Ini yang dimaksudkan
adalah pembelajaran yang secara konvensional biasa dilakukan di dalam ruangan
kelas dikombinasikan dengan pembelajaran yang dilakukan secara online baik yang
dilaksanakan secara independen maupun secara kolaborasi, dengan menggunakan
sarana prasarana teknologi informasi dan komunikasi.
Gambar 1.
Konsep Blended Learning
Selain Blended
Learning ada istilah lain yang sering digunakan di antaranya Blended
e-Learning dan hybrid learning. Istilah yang disebutkan tadi
mengandung arti yang sama yaitu perpaduan, percampuran atau kombinasi
pembelajaran. Untuk lebih mudah memahami perbedaan istilah-istilah tersebut,
Mainnen (2008) yang menyebutkan “Blended learning mempunyai beberapa
alternatif nama yaitu mixed learning, hybrid learning, Blended e-learning dan
melted learning (bahasa Finlandia).” Karena model pembelajaran campuran
ini lebih banyak menggunakan blended e-learning pada pembelajaran dari
pada tatap muka atau residensial dan tutorial kunjung, maka penulis menggunakan
istilah Blended e-learning. Selain itu Heinze (2008;1 4) juga
berpendapat “A better term for ‘Blended Learning’ is ‘blended Blended
e-learning’.”
Pada
perkembangannya istilah yang lebih populer adalah Blended e-learning dibandingkan
dengan Blended Learning. Kedua istilah tersebut merupakan isu pendidikan
terbaru dalam perkembangan globalisasi dan teknologi Blended e-learning.
Zhao (2008:162) menjelaskan “isu Blended e-learning sulit untuk
didefinisikan karena merupakan sesuatu yang baru”. Walau cukup sulit
mendefinisikan pengertian Blended e-learning tapi ada para ahli dan
profesor yang meneliti tentang Blended e-learning dan menyebutkan konsep
dari Blended e-learning. Selain itu, pada penelitian Sharpen et.all
(2006:18) ditemukan bahwa “banyak institusi yang telah mengembangkan dengan
bahasa mereka sendiri, definisi atau tipologi praktek blended”. Definisi
dari Ahmed, et.all (2008:1) menyebutkan :
“Blended Blended e-learning, on
the other hand, merges aspects of Blended e-learning such as: web-based
instruction, streaming video, audio, synchronous and asychronous comunication,
etc: with tradisional, face-to-face learning.”
Jadi Blended
Learning dapat diartikan sebagai proses pembelajaran yang memanfaatkan
berbagai macam pendekatan. Pendekatan yang dilakukan dapat memanfaatkan
berbagai macam media dan teknologi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Blended
Learning adalah pembelajaran yang mengkombinasikan antara tatap muka
(pembelajaran secara konvensional, dimana antara peserta didik dan pendidik
saling berinteraksi secara langsung, masing-masing dapat bertukar informasi
mengenai bahan-bahan pegajaran), belajar mandiri (belajar dengan berbagai modul
yang telah disediakan) serta belajar mandiri secara online.
Penerapan
Blended Learning tidak terjadi begitu saja. Beberapa hal yang menjadi
pertimbangan yaitu karakteristik tujuan pembelajaran yang ingin kita capai,
aktifitas pembelajaran yang relevan serta memilih dan menentukan aktifitas mana
yang relevan dengan konvensional dan aktifitas mana yang relevan untuk online
learning
2.1.2.
Karakteristik Blended Learning
Adapun karakteristik dari Blended
Learning yaitu :
·
Pembelajaran
yang menggabungkan berbagai cara penyampaian, model pendidikan, gaya
pembelajaran, serta berbagai media berbasis teknologi yang beragam.
·
Sebagai
sebuah kombinasi pendidikan langsung (face to face), belajar mandiri,
dan belajar mandiri via online.
·
Pembelajaran
yang didukung oleh kombinasi efektif dari cara penyampaian, cara mengajar dan
gaya pembelajaran.
·
Pendidik
dan orangtua peserta didik memiliki peran yang sama penting, pendidik sebagai
fasilitator, dan orangtua sebagai pendukung.
Gambar 2. Komponen Blended Learning
2.1.3.
Tujuan Blended Learning
·
Membantu
pendidik untuk berkembang lebih baik didalam proses belajar, sesuai dengan gaya
belajar dan preferensi dalam belajar.
·
Menyediakan
peluang yang praktis realistis bagi guru dan pendidik untuk pembelajaran secara
mandiri, bermanfaat, dan terus berkembang
·
Peningkatan
penjadwalan fleksibilitas bagi pendidik, dengan menggabungkan aspek terbaik
dari tatap muka dan instruksi online. Kelas tatap muka dapat digunakan untuk
melibatkan para siswa dalam pengalaman interaktif. Sedangkan kelas online
memberikan pendidik, sedangkan porsi online memberikan para siswa dengan konten
multimedia yang kaya akan pengetahuan pada setiap saat, dan di mana saja selama
pendidik memiliki akses internet.
2.1.4. Kelebihan
dan Kekurangan Blended Learning
Kelebihan
Blended Learning :
·
Pembelajaran
terjadi secara mandiri dan konvensional, yang keduanya memiliki kelebihan yang
dapat saling melengkapi.
·
Pembelajaran
lebih efektif dan efisien
·
Meningkatkan
aksesbiltas. Dengan adanya Blended Learning maka peserta belajar semakin
mudah dalam mengakses materi pembelajaran.
Kekurangan Blended Learning :
·
Media
yang dibutuhkan sangat beragam, sehingga sulit diterapkan apabila sarana dan
prasarana tidak mendukung.
·
Tidak
meratanya fasilitas yang dimiliki pelajar, seperti komputer dan akses internet.
Padahal dalam Blended Learning diperlukan akses internet yang memadai,
apabila jaringan kurang memadai akan menyulitkan peserta dalam mengikuti
pembelajaran mandiri via online.
·
Kurangnya
pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan teknologi
·
Tidak
meratanya fasilitas yang dimiliki pelajar, seperti komputer dan akses internet
2.1.5.
Kategori
Blended Learning
Blended learning memiliki dua kategori
utama, yaitu :
·
Peningkatan bentuk aktifitas tatap-muka
(perkuliahan). Banyak pengajar menggunakan istilah ‘blended learning’ untuk
merujuk kepada penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam aktifitas
tatap-muka, baik dalam bentuknya yang memanfaatkan internet (web-dependent)
maupun sebagai pelengkap (web-supplemented) yang tidak merubah model aktifitas.
·
Hybrid learning : pembelajaran model ini
mengurangi aktifitas tatap-muka (perkuliahan) tapi tidak menghilangkannya,
sehingga memungkinkan mahasiswa untuk belajar secara online.
2.2.
Unsur – unsur dalam Blended Learning
Pembelajaran berbasis blended learning dimulai sejak
ditemukan komputer, walaupun sebelum itu juga sudah terjadi adanya kombinasi (blended).
Terjadinya pembelajaran, awalnya karena adanya tatap muka dan interaksi antara
pengajar dan pelajar, setelah ditemukan mesin cetak maka guru memanfaatkan
media cetak. Pada saat ditemukan media audio visual, sumber belajar dalam
pembelajaran mengombinasi antara pengajar, media cetak, dan audio visual. Namun
blended learning muncul setelah berkembangnya teknologi informasi sehingga
sumber dapat diakses oleh pembelajar secara offline maupun online. Saat ini,
pembelajaran berbasis blended learning dilakukan dengan menggabungkan
pembelajaran tatap muka, teknologi cetak, teknologi audio, teknologi audio
visual, teknologi komputer, dan teknologi m-learning (mobile learning).
Dalam blended
learning terdapat enam unsur yang harus ada, yaitu: (1) tatap muka (2) belajar
mandiri, (3) aplikasi, (4) tutorial, (5) kerjasama, dan (6) evaluasi.
1. Tatap
Muka
Pembelajaran tatap muka merupakan model pembelajaran yang
sampai saat ini masih terus dilakukan dan sangat seringdigunakan dalam proses
pembelajaran. Pembelajaran tatap muka merupakan salah satu bentuk model
pembelajaran konvensional yang mempertemukan guru dengan murid dalam satu
ruangan untuk belajar.
Karakteristik pembelajaran tatap muka :
a. Terencana
b. Berorientasi
pada tempat (placed-based)
c. Interaksi
sosial
Dalam pembelajaran tatap muka guru atau pemelajar akan
menggunakan berbagai macam metode dalam proses pembelajarannya untuk membuat
proses belajar lebih aktif dan menarik. Yang biasanya digunakan adalah :
1.
Metode ceramah
Metode yang
paling sederhana karena guru hanya menyampaikan materi pembelajaran melalui
kegiatn berbicara/ceramah di depan kelas dan terkadang menggunakan media lain
untuk menunjang prose pembelajaran
2.
Metode penugasan
Metode pembelajaran dengan memberikan penugasan
untuk dikerjakan didalam kelas, melatih kemandirian dan tanggung jawab siswa.
3.
Metode tanya jawab
Metode
pembelajaran yang menimbulkan interaksi antara siswa dengan guru, guru
memberikan pertanyaan lalu siswa menjawab pertanyaan atau sebaliknya.
4.
Metode demonstrasi
Metode
pembelajaran dimana guru memeragakan atau mempertunjukan kepada siswa suatu
proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik yang
sebenarnya maupun yang tiruan disertai dengan penjelasan singkat.
2. Belajar
Mandiri
Salah satu bentuk aktivitas model pembelajaran pada
blended learning adalah individualized learning, yaitu peserta didik dapat
belajar mandiri dengan cara mengakses informasi, materi atau pelajaran secara
online via internet. Bukan berarti belajar sendiri, tetapi belajar mandiri
berarti belajar secara berinisiatif dengan ataupun tanpa bantuan orang lain
dalam belajar.
Menurut Dodds (1983), menjelaskan bahwa belajar mandiri
adalah sistem yang memungkinkan siswa belajar secara mandiri dari bahan cetak,
siaran ataupun bahan pra-rekam yang telah terlebih dahulu disiapkan.
Dengan demikian, belajar mandiri sebagai metode dapat
didefinisikan sebagai suatu pembelajaran yang memposisikan pebelajaran sebagai
penanggung jawab, pemegang kendali, pengambil keputusan atau pengambil
inisiatif dalam memenuhi dan mencapai keberhasilan belajarnya sendiri dengan
atau tanpa bantuan orang lain.
3. Aplikasi
Aplikasi
dalam pembelajaran berbasis blended learning dapat dilakukan melalui
pembelajaran berbasis masalah, pelajar akan secara aktif mendefinisikan
masalah, mencari berbagai alternatif pemecahan, dan melacak konsep, prinsip,
dan prosedur yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah tersebut.
4. Tutorial
Pada
tutorial, peserta didik yang aktif untuk menyampaikan masalah yang dihadapi,
seorang pengajar akan berperan sebagai tutor yang membimbing. Meskipun aplikasi
teknologi dapat meningkatkan keterlibatan pelajar dalam belajar, peran pengajar
masih diperlukan sebagai tutor.
5. Kerjasama
Keterampilan
kolaborasi harus menjadi bagian penting dalam pembelajaran berbasis Blended Learning. Hal ini tentu
berbeda dengan pembelajaran tatap muka konvensional yang semua peserta didik
belajar di dalam kelas yang sama di
bawah kontrol pengajar. Sedangkan dalam pembelajaran berbasis blended, maka
peserta didik bekerja secara mandiri dan berkolaborasi
6. Evaluasi
Evaluasi
pembelajaran berbasis blended learning tentunya akan sangat berbeda dibanding
dengan evaluasi pembelajaran tatap muka. Evaluasi harus didasarkan pada proses
dan hasil yang dapat dilakukan melalui penilaian evaluasi kinerja belajar pelajar
berdasarkan portofolio. Demikian pula penilaian perlu melibatkan bukan hanya
otoritas pengajar, namun perlu ada penilaian diri oleh pelajar, maupun penilai
pelajar lain.
2.3.
Pelaksanaan Blended Learning
Dalam dunia Pendidikan Tinggi, Blended
e-learning banyak digunakan untuk penyelenggaraan pendidikan terbuka dan
jarak jauh. Diawali dengan Universitas Terbuka yang menyelenggarakan pendidikan
jarak jauh yang dilakukan secara konvensional (tanpa menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi, tetapi saat ini Universitas Terbuka sudah
memanfaatkan teknologi informasi dalam pelaksanaan pembelajaran, sehingga
menggabungkan pembelajaran secara konvensional dan pembelajaran dengan
menggunakan teknologi informasi. Penyelenggaran pendidikan di Universitas
Terbuka ini dapat dikatakan menerapkan Blended Learning.
Selain Universitas Terbuka saat ini
banyak juga perguruan tinggi yang menerapkan Blended Learning, bahkan
lembaga-lembaga pendidikan non-formal seperti LPK dan kursus-kursus,
pelatihan-pelatihan juga menerapkan Blended Learning.
Pertanyaannya, apakah dalam dunia pendidikan
formal pada pendidikan dasar dan menengah sudah banyak atau ada yang menerapkan
Blended Learning? Pertanyaan selanjutnnya, Apakah Blended Learning benar-benar
dibutuhkan? Bagaimana para penyelenggara pendidikan dasar dan menengah
(SD-SMA/SMK) menerapkan Blended Learning di sekolahnya?
Berdasarkan
pengamatan di lapangan, sudah banyak lembaga penyelenggara pendidikan dasar dan
menengah dalam hal ini pendidikan jenjang SD hingga SMA/SMK yang telah
menerapkan Blended Learning. Jika dilihat banyaknya lembaga
penyelenggara pendidikan dasar dan menengah yang menerapkan Blended Learning,
dapat dikatakan bahwa memang penerapan Blended Learning dalam pendidikan
dasar dan menengah itu sangat diperlukan atau dibutuhkan. Penerapan Blended
Learning dalam pendidikan dasar dan menengah apakah dapat disamakan dengan
penerapan Blended Learning dalam dunia pendidikan tinggi. Penerapan Blended
Learning dalam pendidikan dasar dan menengah tidak begitu dibutuhkan jika
penerapannya disamakan dengan penerapan Blended Learning di Perguruan
Tinggi. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pendekatanan dan metode pendidikan
terutama di perguruan tinggi yang melaksanakan pendidikan jarak jauh. Pada
pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah, harus menerapkan tatap muka dalam
pembelajarannya, akan tetapi bukan berarti dalam pendidikan dasar dan menengah
tidak dapat menerapkan Blended Learning. Pada pendidikan dasar dan
menengah juga dapat menerapkan Blended Learning, hanya saja secara
teknis pelaksanaan pembelajaran tidak dapat disamakan dengan pelaksanaan
pembelajaran di perguruan tinggi yang melaksanakan pembelajaran jarak jauh.
Kapan Blended Learning dibutuhkan
dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah-sekolah pada pendidikan dasar dan
menengah? Blended Learning dibutuhkan pada saat metode pendidikan jarak
jauh tidak begitu dibutuhkan. Proses pembelajaran Blended Learning ini
dibutuhkan pada saat penyampaian atau pemberian materi pelajaran, pemberian
tugas hingga penugasan-penugasan kepada peserta didik yang dilaksanakan di luar
jam sekolah.
Blended
Learning dibutuhkan pada saat :
·
Proses belajar mengajar
tidak hanya tatap muka, namun menambah waktu pembelajaran dengan memanfaatkan
teknologi internet.
·
Mempermudah dan
mempercepat proses komunikasi non-stop antara pendidik dan siswa.
·
Siswa dan pendidik
dapat diposisikan sebagai pihak yang belajar.
·
Membantu proses
percepatan pendidikan yang salah satunya dengan menerapkan flip classroom yang
berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
Perkembangan teknologi informasi yang
sangat pesat dewasa ini, khususnya perkembangan teknologi internet turut
mendorong berkembangnya konsep pembelajaran jarak jauh ini. Ciri teknologi
internet yang selalu dapat diakses kapan saja, dimana saja, multiuser serta
menawarkan segala kemudahannya telah menjadikan internet suatu media yang
sangat tepat bagi perkembangan pendidikan jarak jauh selanjutnya. Hal inilah
mengapa untuk saat ini sistem pembelajaran secara Blended Learning masih
sangat baik di terapkan di Indonesia agar lebih dapat terkontrol secara
tradisional juga.
Pendapat Haughey (1998) tentang
pengembangan Blended e-learning mengungkapkan bahwa terdapat tiga
kemungkinan model dalam pengembangan sistem pembelajaran berbasis Internet,
yaitu model web course, web centric course, dan web enhanced course.
1.
Model Web course adalah
penggunaan Internet untuk keperluan pendidikan, yang mana peserta didik dan
pendidik sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka. Seluruh
bahan ajar, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan, ujian, dan kegiatan
pembelajaran lainnya sepenuhnya disampaikan melalui Internet. Dengan kata lain
model ini menggunakan sistem jarak jauh. Untuk pendidikan guru model seperti
ini dapat digunakan untuk peningkatan “knowledge dan skill”, memperkuat
pengetahuannya tentang materi pelajaran sebagai spesifikasi keilmuannya dan
memperkuat pemahaman tentang metodologi pembelajaran melalui simulasi
pembelajaran yang disajikan melalui internet misalnya video streaming, video
conference dan lain-lain. Intinya, semua aktivitas belajar mengajar
dilakukan secara online tanpa adanya tatap muka sama sekali.
2.
Model
Web centric course adalah
penggunaan Internet yang memadukan antara belajar jarak jauh dan tatap muka
(konvensional). Sebagian materi disampaikan melalui internet,dan sebagian lagi
melalui tatap muka, sedangkan fungsinya saling melengkapi. Dalam model ini
pendidik bisa memberikan petunjuk pada peserta didik untuk mempelajari materi
pelajaran melalui web yang telah dibuatnya. Peserta didik juga diberikan arahan
untuk mencari sumber lain dari situs-situs yang relevan. Dalam tatap muka,
peserta didik dan pendidik lebih banyak diskusi tentang temuan materi yang
telah dipelajari melalui internet tersebut. Model ini lebih relevan untuk digunakan
dalam pengembangan pendidikan guru, dilihat dari kondisi, kultur dan
infrastruktur yang dimiliki saat ini. Secara substansial materi keguruan
identik dengan nilai yang tidak hanya dapat ditransfer melalui pembelajaran
tanpa tatap muka, melainkan diperlukan direct learning, sehingga
unsur-unsur modelling dari seorang guru dapat diadaptasi dengan baik.
Untuk penguasaan materi konseptual, teoritikal dan keterampilan dapat menggunakan Blended e-learning
dengan sistem jarak jauh.
3.
Model
web enhanced course adalah
pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang
dilakukan di kelas. Fungsi internet adalah untuk memberikan pengayaan dan
komunikasi antara peserta didik dengan pendidik, sesama peserta didik, anggota kelompok,
atau peserta didik dengan nara sumber lain. Oleh karena itu peran pendidik
dalam hal ini dituntut untuk menguasai teknik mencari informasi di Internet,
membimbing mahasiswa mencari dan menemukan situs-situs yang relevan dengan
bahan pembelajaran, menyajikan materi melalui web yang menarik dan diminati,
melayani bimbingan dan komunikasi melalui Internet, dan kecakapan lain yang
diperlukan. Berdasarkan ketiga model di atas, Model Web Course sulit
untuk dikembang pada pembelajaran di sekolah. Hal ini dikarenakan pada model
ini menerapkan pembelajaran yang penuh tanpa tatap muka. Semua aktivitas
pembelajaran dilakukan secara online melalui media web pembelajaran seperti
penyampaian materi pembelajaran, diskusi, ujian dan lain-lain, sedangkan dalam
pembelajaran pada pendidikan dasar dan menengah masih mewajibkan adanya
kegiatan tatap muka secara langsung antara peserta didik dengan pendidiknya.
Pada model Web Centric Course dan
Web Enhanced Course lebih tepat diterapkan di sekolah-sekolah pada
pendidikan dasar dan menengah. Hal ini dikarenakan pada model Web Centric
Course masih menerapkan tatap muka untuk menyampaikan sebagian
materi-materi pembelajarannya, dan penerapan pada model Web Enhanced Course digunakan
sebagai penunjang saja dalam memberikan materi pengayaan, berkomunikasi antar
peserta didik atau dengan narasumber lain yang dilakukan di luar jam
pembelajaran formal.
2.4. Pengembangan Langkah-Langkah
Pembelajaran Dalam Blended Learning
Pada pengembangan pembelajaran baik
dengan menerapkan Blended Learning maupun secara konvensional. Pengembangan
langkah-langkah pembelajaran yang menerapkan Blended Learning juga perlu
dirancang dengan baik, sehingga dalam pelaksanaan pembelajarannya peserta didik
tidak merasa kesulitan secara teknis. Oleh karena itu, pendidik perlu
mempersiapkan terlebih dulu segala hal yg dibutuhkan, seperti materi-materi
yang akan disampaikan atau dibahas, platform yang akan digunakan dalam
pembelajaran dengan Blended Learning, tutorial penggunaan platform yang
digunakan dalam pembelajaran dengan menerapkan Blended Learning dan lain
sebagainya.
Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan
menerapkan Blended Learning, pendidik harus menyiapkan dulu semua
kebutuhan pembelajarannya terutama penggunaan platform teknologi yang akan digunakan
dalam pembelajaran yang akan digunakan tanpa melaksanakan tatap muka. Beberapa
platform yang dapat digunakan dalam pembelajaran dengan Blended Learning seperti
Group Miling List (Milis, seperti Yahoo groups, Google+, dan lain-lain),
Web Blog Guru, Social Media (Facebook, Twitter, Instagram, Path,
dan lain-lain), Aplikasi-aplikasi Learning Management Systems atau LMS
(seperti Moodle, Edmodo, Quipper, Kelase, dll) dan sebagainya. Selanjutnya,
bagaimana platform-platform yang sudah ditentukan oleh pendidik
diterapkan dalam pembelajaran dengan sebelmnya disusun terlebih dahulu dalam
langkah-langkah pembelajaran yang dirancang.
2.5.
Proses Perancanangan dan Pengembangan Blended Learning Secara Efektif
Menurut Jared M. Carmen, seorang
Preseident Aglint Learning menyebutkan lima kunci dalam mengembangkan blended
learning. Adapun ke-5 kunci tersebut yaitu:
1. Live Event
Pembelajaran langsung atau tatap
muka (instructor-led instruction) secara sinkronous dalam waktu dan tempat yang
sama (classroom) ataupun waktu sama tapi tempat berbeda (seperti virtualclassroom).
Bagi beberapa orang tertentu, pola pembelajaran langsung seperti ini masih
menjadi pola utama.Namun demikian, pola pembelajaran langsung inipun perlu
didesain sedemikian rupa untuk mencapai tujuan sesuai kebutuhan.
2. Self-Paced Learning
Mengkombinasikan pembelajaran
konvensional dengan pembelajaran mandiri (self-paced learning) yang
memungkinkan peserta belajar belajar kapan saja, dimana saja dengan menggunakan
berbagai konten (bahan belajar) yang dirancang khusus untuk belajar mandiri
baik yang bersifat text-based maupun multimedia-based (video, animasi,
simulasi, gambar, audio, atau kombinasi dari kesemuanya).Bahan belajar
tersebut, dalam konteks saat ini dapat dikirim secara online (via web maupun
via mobile dovice dalam bentuk: streaming audio, streaming video, e-book, dll)
maupun offline (dalam bentuk CD, cetak, dll).
3. Collaboration
Mengkombinasikan kolaborasi, baik
kolaborasi pengajar, maupun kolaborasi antar peserta belajar yang kedua-duanya
bisa lintas sekolah/kampus. Dengan demikian, perancang blended learning harus
meramu bentuk-bentuk kolaborasi, baik kolaborasi antar peserta belajar atau
kolaborasi antara peserta belajar dan pengajar melalui tool-tool komunikasi
yang memungkinkan seperti chatroom, forum diskusi, email, website/webblog,
mobile phone. Tentu saja kolaborasi diarahkan untuk terjadinya konstruksi
pengetahuan dan keterampilan melalui proses sosial atau interaksi sosial dengan
orang lain, bisa untuk pendalaman materi, problem solving, project-based
learning, dll.
4. Assessment
Tentu saja, dalam proses
pembelajaran jangan lupakan cara untuk mengukur keberhasilan belajar (teknik
assessment). Dalam blended learning, perancang harus mampu meramu kombinasi
jenis assessmen baik yang bersifat tes maupun non-tes, atau tes yang lebih
bersifat otentik (authentic assessment/portfolio) dalam bentuk project, produk
dll. Disamping itu, juga pelru mempertimbangkan antara bentuk-bentuk assessmen
online dan assessmen offline.Sehingga memberikan kemudahan dan fleksibilitas
peserta belajar mengikuti atau melakukan assessmen tersebut.
5. Performance
Support Materials
Ini bagian yang juga jangan sampai terlupakan bahw ketika
akann mengkombinasikan antara pembelajaran tatap muka dalam kelas dan tatapmuka
virtual, pastikan sumber daya untuk mendukung hal tersebut siap atau tidak, ada
atau tidak. Bahan belajar disiapkan dalam bentuk digital, apakah bahan belajar
tersebut dapat diakses oleh peserta belajar baik secara offline (dalam bentuk
CD, MP3, DVD, dll) maupun secara online (via website resemi tertentu). Atau,
jika pembelajaran online dibantu dengan suatu Learning/Content Management
System (LCMS), pastikan juga bahwa aplikasi sistem ini telah terinstal dengan
baik, mudah diakses, dan lain sebagainya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konsep Blended Learning merupakan salah satu
inovasi dalam pembelajaran. Inovasi ini menyangkut pencampuran model belajar
konvensional dan model belajar online dengan jaringan internet. Pembelajaran Blended Learning akan
mengharuskan peserta didik memainkan peranan yang lebih aktif dalam
pembelajarannya. Karena Blended Blended Learning ini adalah model
pembelajaran campuran maka teori yang digunakan pun terdiri atas berbagai teori
belajar dari beberapa ahli dengan menyesuaikan situasi dan kondisi belajar
peserta didik
Pelaksanaan pembelajaran dengan Blended
Learning secara online dapat diterapkan dalam beberapa model yaitu web
course, web centric course, dan web enhanced course. Pada
implemenatasinya, pembelajaran dengan blended learning pada lembaga pendidikan
dasar dan menengah lebih tepat dengan menerapkan model web centric course, dan
web enhanced course, karena pada pendidikan dasar dan menengah masih
diwajibkan adanya tatap muka di dalam kelas.
3.2 Saran
Pada penerapan Blended Learning pendidik
seharusnya dapat memastikan bahwa seluruh pesertanya memiliki sarana dan
prasarana yang memadai, sehingga dalam belajar secara mandiri via online tidak
banyak hambatan dikarenakan faktor sarana dan prasana yang kurang memadai.
Selain itu pendidik sudah menyiapkan solusi terbaik dalam mengatasi
permasalahan yang mungkin muncul.
DAFTAR PUSTAKA
Saputra. A. konsep
blended learning,
(http://andiksaputra-paperwork.blogspot.co.id/2015/12/konsep-blended-learning.html.
Diakses 5 Januari 2017)
anonym. Contoh jurnal
blended learning dalam pembelajaran, (https://www.academia.edu/4950884/Contoh_Jurnal_BLENDED_LEARNING_DALAM_PEMBELAJARAN?auto=download. Diakses 5 Januari 2017)
rizcafitria. Blended
learning, (ttps://rizcafitria.wordpress.com/2011/04/30/blended-learning/.
Diakses 5 Januari 2017)
Auliya.
Blended learning dalam pembelajaran,
(http://pls213065-auliya.blogspot.co.id/2013/12/blended-learning-dalam-pembelajaran.html. Diakses 5 Januari 2017)
EmoticonEmoticon